SBY: Negara Wajib Bela Pejabat Korup akibat "Salah Paham"
Berita Satu - Pemerintah
akan membela pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi karena
kesalahpahaman atau ketidaktahuan atas kebijakan yang diambil. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan hal tersebut di acara
perayaan Hari Anti Korupsi dan HAM Sedunia, di Istana Negara, hari ini.
Menurut SBY, selama memimpin pemerintahan dalam delapan tahun terakhir,
dirinya melihat ada dua jenis korupsi. Yaitu korupsi yang memang
diniatkan oleh pelakunya, dan korupsi karena ketidakpahaman pejabat
bahwa kebijakannya masuk dalam kategori korupsi. Untuk jenis kedua,
Yudhoyono bahkan mengatakan perlu ada tindakan penyelamatan khusus.
"Negara wajib menyelamatkan orang-orang yang tidak punya niat melakukan
korupsi, tapi bisa salah dalam mengemban tugas-tugasnya. Jangan biarkan
mereka dinyatakan bersalah dalam Tipikor," ujarnya di Istana Negara,
Jakarta, Senin (10/12), yang diikuti tepuk tangan hadirin.
Kepala Negara juga mengimbau, perlu ada penjelasan secara proporsional
kepada masyarakat agar mereka mengerti duduk persoalannya. SBY
menekankan, jangan sampai ada persepsi penghakiman terhadap seseorang
sebelum yang bersangkutan dinyatakan bersalah.
"Ingat, mereka yang dijadikan tersangka yang tidak dipanggil, punya keluarga, istri, sahabat dan semuanya," tuturnya.
Presiden SBY mengaku melihat ada fenomena yang terjadi di dalam
pemerintahan, yaitu pejabat daerah yang memiliki keragu-raguan dalam
mengambil keputusan dan kebijakan, karena takut disalahkan. Bahkan
menurutnya, ada juga keraguan seperti itu di tingkat kementerian dan
daerah.
"Dari banyak laporan yang masuk ke saya, di daerah ada juga stagnasi,
hambatan untuk pengambilan keputusan dan pengambilan anggaran," ujarnya.
SBY pun mengatakan korupsi memang harus diberantas, agar sistem
pemerintahan semakin bersih. Namun ditegaskannya, kegiatan
penyelenggaraan negara dan jalannya pembangunan tidak boleh berhenti
hanya karena keragu-raguan.
Agar tidak terjadi kesalahpahaman, SBY mengaku akan mengumpulkan seluruh
jajaran pejabat pusat dan daerah, penegak hukum, termasuk KPK, BPK,
juga PPATK, untuk diberi penjelasan mengenai kebijakan mana yang boleh
dan tidak boleh.
"Jangan sampai kita hidup dalam ketakutan karena kurang jelasnya pemahaman kita," tuturnya.
Dikatakan SBY pula, wilayah penegakan hukum dan politik pun harus
dipisahkan. Para penegak hukum menurutnya harus diberi kepercayaan untuk
menjalankan tugasnya tanpa gangguan politik.
Pernyataan ini disampaikan Presiden pada perayaan Hari Anti Korupsi
Sedunia, sekaligus beberapa hari setelah salah satu orang terdekatnya,
mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Mallarangeng
ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Andi diduga terlibat dalam korupsi pembangunan proyek pusat olahraga
Hambalang.
Dalam pernyataannya saat mengumumkan pengunduran dirinya, Andi
menyatakan bahwa dirinya tidak bersalah dalam kasus korupsi yang terjadi
di bawah kementeriannya tersebut.
Langkah pemberantasan korupsi
Di dalam pidatonya pula, SBY menyampaikan poin-poin langkah dalam
pemberantasan korupsi yang harus dilakukan oleh seluruh pihak.
Menurutnya, masyarakat dan pejabat haruslah memiliki semangat, komitmen
dan pemberantasan korupsi.
Selanjutnya, menurut Kepala Negara lagi, adalah independensi dan
ketegasan lembaga pemberantasan korupsi yang harus dihormati. Yang
ketiga adalah pentingnya integritas, profesionalitas dan kapasitas para
penegak hukum, termasuk KPK.
"Bagi para penegak hukum, jangan ada istilah pagar makan tanaman," kata Yudhoyono.
Langkah selanjutnya adalah perlu adanya pengawasan terbuka oleh
masyarakat dalam upaya mencegah korupsi dan menciptakan sistem yang
bersih. Media, masyarakat dan whistleblower diundang untuk memberikan
informasi yang benar, tapi bukan suatu fitnah.
SBY menambahkan, hal kelima adalah peningkatan kesejahteraan pejabat dan
pegawai. "Kesejahteraan pegawai perlu terus ditingkatkan, agar mereka
tidak mudah tergoda oleh godaan yang menyimpang dan mengarah ke
pelanggaran hukum," ujarnya.
Terakhir, pemerintah sendiri menurut SBY, akan meningkatkan kerja sama
internasional agar pencegahan dan pemberantasan korupsi bisa terus
dilakukan.
Penulis: Arientha Primanita/ Kristantyo Wisnubroto
Abraham: Tak Tahu soal Korupsi, Jangan Jadi Pemimpin!
JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad
menilai semua pejabat negara harus mengetahui peraturan
perundang-undangan, khususnya berbagai hal mengenai tindak pidana
korupsi. Menurut Abraham, mereka tidak boleh berlindung di balik
ketidaktahuan peraturan perundang-undangan ketika tersangkut tindak
pidana korupsi. "Pemimpin dituntut harus cerdas. Kalau ada pemimpin mengatakan tidak tahu kalau telah terjadi korupsi, ya tidak usah mempimpin,"kata
Abraham seusai menghadiri peringatan puncak Hari Antikorupsi dan Hari
HAM Sedunia di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/12/2012).
Hal
itu dikatakan Abraham ketika dimintai tanggapan pernyataan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam pidatonya, Presiden mengatakan, banyak
kasus korupsi terjadi akibat ketidakpahaman jajaran pemerintah terhadap
peraturan perundang-undangan (Baca: Presiden: Banyak Korupsi karena
Pejabat Tak Paham).
Abraham mengatakan, berdasarkan teori
hukum pidana, ketidaktahuan itu bukan berarti menghapuskan
pertanggungawaban atas tindak pidana.
Seperti diberitakan,
Presiden mengatakan, berdasarkan pengalamannya dalam delapan tahun
terakhir, ada dua jenis korupsi. Pertama, pejabat memang berniat untuk
melakukan korupsi. Kedua, tindak pidana korupsi terjadi karena
ketidakpahaman pejabat terhadap peraturan perundang-undangan. "Negara
wajib menyelamatkan mereka-mereka yang tidak punya niat melakukan
korupsi, tetapi bisa salah di dalam mengemban tugasnya. Kadang-kadang
diperlukan kecepatan pengambilan keputusan, memerlukan kebijakan yang
cepat. Jangan dia dinyatakan bersalah dalam tindak pidana korupsi," kata
Presiden disambut tepuk tangan para undangan.
Karena itu,
Presiden akan mengumpulkan seluruh gubernur, bupati, wali kota, serta
pejabat yang merancang dan mengelola anggaran. Presiden akan meminta
aparat penegak hukum, termasuk BPK, BPKB, PPATK, untuk menjelaskan
kepada mereka semua hal mengenai tipikor.
No comments:
Post a Comment