Roy Suryo Notodiprojo akhirnya ditetapkan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) sebagai Menpora baru pengganti Andi Alifian Mallarangeng
yang mundur usai ditetapkan sebagai tersangka kasus Hambalang. Apa yang
harus jadi prioritas Roy Suryo, 44 tahun, dalam mengemban tugas berat
itu? Berikut surat terbuka saya yang berisi harapan-harapan kepada
Menpora baru yang akan dilantik Selasa (15/1) pekan depan:
Menpora baru yang terhormat,
Mungkin saya hanya salah satu dari jutaan rakyat Indonesia yang terkejut mendengar nama Anda sejak beberapa hari terakhir “mendadak” muncul sebagai kandidat kuat Menpora baru. Bukan bermaksud meragukan, tapi nama Anda memang tak sempat terbersit di benak banyak orang yang umumnya lebih menjagokan Hayono Isman, Max Sopacua, bahkan Puan Maharani.
Bagi saya, kekagetan ini sedikit bernuansa pribadi karena sejak dulu lebih mengenal Anda sebagai ahli telematika. Saya teringat masa-masa tahun 1993-1994 saat saya –sebagai Redaktur Pelaksana Majalah Vista TV—harus menyunting kiriman tulisan-tulisan Anda yang sangat teknis tentang siaran televisi, parabola, atau satelit.
Namun kekagetan saya semestinya tak perlu terjadi karena Anda rupanya sudah menjalani proses “seleksi” itu selama sepekan. Saya juga “lupa” jika Anda termasuk satu dari sedikit orang yang memenuhi kriteria untuk posisi Menpora pada saat ini: muda, kader Partai Demokrat, dan jauh dari kemungkinan terjerat “masalah hukum” .
Tokoh muda Demokrat yang muncul di panggung politik nasional memang banyak. Terbukti, ada 10 nama yang bersaing, dari Achsanul Qosasi hingga I Gede Pasek Suardika. Namun, sampai saat ini, nama Anda memang paling jarang dikaitkan dengan isu-isu yang merugikan kredibilitas partai.
Inilah pertimbangan politis yang mungkin tak banyak dipahami publik. Pilihan Presiden SBY rupanya sudah didasari berbagai pertimbangan lain yang komprehensif. Beliau tak ingin dalam sisa masa baktinya hingga 2014 nanti harus ganti Menpora lagi karena masalah hukum.
Benar bahwa korelasi latar belakang, kapabilitas, dan kompetensi jadi hambatan bagi Anda untuk memangku jabatan ini. Bahkan, hingga detik-detik menjelang pengumuman resmi, saya masih sempat menduga Presiden SBY akan membuat kejutan dengan menempatkan Anda sebagai Menkominfo dan Tifatul Sembiring atau Helmy Faishal Zaini (Menteri PDT) digeser ke pos Menpora.
Rupanya, Presiden SBY sudah sangat mantap memilih Anda. Tak peduli selama beberapa hari terakhir jagat dunia maya begitu hiruk-pikuk mempertanyakan penunjukan Anda. Poin utamanya, sekali lagi, soal kapabilitas dan kompetensi yang membuat ekspektasi publik jadi begitu rendah.
Namun, jika direnungkan lagi, mungkin memang itu yang diinginkan Presiden SBY. Latar belakang dan pengalaman Anda yang “minim” di dunia olahraga dan kepemudaan justru bisa jadi nilai lebih pada saat ini. Tak seperti pendahulu Anda, Bung Roy diharapkan bisa bekerja lebih leluasa, tanpa beban, dan tanpa titipan dari kelompok tertentu yang bisa merepotkan saat harus menyelesaikan dualisme PSSI dan konflik internal KNPI.
Menpora baru yang terhormat,
Kata sebagian orang, menjabat Menpora sesungguhnya lebih merupakan musibah ketimbang anugrah. Bagi seorang politikus, Menpora konon bukanlah jabatan bergengsi. Namun, ironisnya, pada saat ini justru beban persoalannya sangat berat. Sejak hari pertama dilantik nanti, saya yakin Anda akan merasakan hal itu.
Salah satu persoalan terberat yang harus Anda atasi sesuai arahan Presiden SBY adalah menyelesaikan kisruh sepak bola nasional. Itu sama sekali bukan soal mudah –semudah Anda membuktikan bahwa foto-foto syur Rahma Azhari ternyata asli. Bahkan apapun keputusan dan solusi yang Anda tempuh mungkin tak akan pernah memuaskan pihak-pihak yang berseberangan.
Maka, langkah terbaik yang perlu Anda tempuh adalah teguh berjalan di atas rel hukum dan peraturan perundang-undangan. Urusan pemuda, ikuti saja Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan. Untuk olahraga, patuhi saja Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional berikut peraturan-peraturan pelaksanaannya serta ketentuan terkait seperti Statuta FIFA dan Piagam Olimpiade.
Dengan teguh berjalan di rel tersebut, sebagian kalangan mungkin tetap tak puas. Namun itulah jalan terbaik yang bisa menjaga Anda selamat menjalani jabatan yang mungkin tak sampai dua tahun ini.
Saya sekali lagi dibuat terkejut ketika Anda menyatakan akan membentuk kepengurusan baru PSSI yang “tidak ada lagi keterikatan dengan kepengurusan yang sekarang”. Jika direalisasikan, itu bisa menjadi sebuah bentuk intervensi Pemerintah yang berpotensi mengundang FIFA bertindak. Sebagai Menpora, jelas Anda berhak mengatasi masalah persepakbolaan nasional. Tapi membentuk kepengurusan baru PSSI itu soal lain lagi dan ada aturannya sendiri.
Pada saat ini, jauh lebih bijak jika Anda memenuhi arahan Presiden SBY untuk berkonsultasi dengan FIFA, AFC, KOI, dan KONI mencari solusi terbaik bagi sepak bola Indonesia. Apalagi proses rekonsiliasi sedang berjalan dan peta jalan (roadmap) penyelesaian juga sudah disodorkan PSSI kepada FIFA-AFC. Jadi, tetaplah berjalan di rel hukum dan aturan main yang berlaku.
Menpora Adhyaksa Dault (2004-2009) telah membuat sejarah dengan melahirkan Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional. Andi Mallarangeng (2009-2012) juga mencatat sejarah lain dengan menjadi menteri aktif pertama yang jadi tersangka.
Kini, Bung Roy pun berpeluang mencatatkan nama Anda dalam sejarah dengan menyelesaikan kemelut sepak bola nasional. Namun, jika langkah Anda keliru, tak mustahil sejarah yang dibuat justru sesuatu yang pahit untuk dikenang: Indonesia dihukum oleh FIFA. Bukan itu Bung yang kami harapkan dari Anda….
* Penulis adalah pengamat olahraga
Sumber: detik.com
Reporter: Santosa
Redaktur: Mesanint
Menpora baru yang terhormat,
Mungkin saya hanya salah satu dari jutaan rakyat Indonesia yang terkejut mendengar nama Anda sejak beberapa hari terakhir “mendadak” muncul sebagai kandidat kuat Menpora baru. Bukan bermaksud meragukan, tapi nama Anda memang tak sempat terbersit di benak banyak orang yang umumnya lebih menjagokan Hayono Isman, Max Sopacua, bahkan Puan Maharani.
Bagi saya, kekagetan ini sedikit bernuansa pribadi karena sejak dulu lebih mengenal Anda sebagai ahli telematika. Saya teringat masa-masa tahun 1993-1994 saat saya –sebagai Redaktur Pelaksana Majalah Vista TV—harus menyunting kiriman tulisan-tulisan Anda yang sangat teknis tentang siaran televisi, parabola, atau satelit.
Namun kekagetan saya semestinya tak perlu terjadi karena Anda rupanya sudah menjalani proses “seleksi” itu selama sepekan. Saya juga “lupa” jika Anda termasuk satu dari sedikit orang yang memenuhi kriteria untuk posisi Menpora pada saat ini: muda, kader Partai Demokrat, dan jauh dari kemungkinan terjerat “masalah hukum” .
Tokoh muda Demokrat yang muncul di panggung politik nasional memang banyak. Terbukti, ada 10 nama yang bersaing, dari Achsanul Qosasi hingga I Gede Pasek Suardika. Namun, sampai saat ini, nama Anda memang paling jarang dikaitkan dengan isu-isu yang merugikan kredibilitas partai.
Inilah pertimbangan politis yang mungkin tak banyak dipahami publik. Pilihan Presiden SBY rupanya sudah didasari berbagai pertimbangan lain yang komprehensif. Beliau tak ingin dalam sisa masa baktinya hingga 2014 nanti harus ganti Menpora lagi karena masalah hukum.
Benar bahwa korelasi latar belakang, kapabilitas, dan kompetensi jadi hambatan bagi Anda untuk memangku jabatan ini. Bahkan, hingga detik-detik menjelang pengumuman resmi, saya masih sempat menduga Presiden SBY akan membuat kejutan dengan menempatkan Anda sebagai Menkominfo dan Tifatul Sembiring atau Helmy Faishal Zaini (Menteri PDT) digeser ke pos Menpora.
Rupanya, Presiden SBY sudah sangat mantap memilih Anda. Tak peduli selama beberapa hari terakhir jagat dunia maya begitu hiruk-pikuk mempertanyakan penunjukan Anda. Poin utamanya, sekali lagi, soal kapabilitas dan kompetensi yang membuat ekspektasi publik jadi begitu rendah.
Namun, jika direnungkan lagi, mungkin memang itu yang diinginkan Presiden SBY. Latar belakang dan pengalaman Anda yang “minim” di dunia olahraga dan kepemudaan justru bisa jadi nilai lebih pada saat ini. Tak seperti pendahulu Anda, Bung Roy diharapkan bisa bekerja lebih leluasa, tanpa beban, dan tanpa titipan dari kelompok tertentu yang bisa merepotkan saat harus menyelesaikan dualisme PSSI dan konflik internal KNPI.
Menpora baru yang terhormat,
Kata sebagian orang, menjabat Menpora sesungguhnya lebih merupakan musibah ketimbang anugrah. Bagi seorang politikus, Menpora konon bukanlah jabatan bergengsi. Namun, ironisnya, pada saat ini justru beban persoalannya sangat berat. Sejak hari pertama dilantik nanti, saya yakin Anda akan merasakan hal itu.
Salah satu persoalan terberat yang harus Anda atasi sesuai arahan Presiden SBY adalah menyelesaikan kisruh sepak bola nasional. Itu sama sekali bukan soal mudah –semudah Anda membuktikan bahwa foto-foto syur Rahma Azhari ternyata asli. Bahkan apapun keputusan dan solusi yang Anda tempuh mungkin tak akan pernah memuaskan pihak-pihak yang berseberangan.
Maka, langkah terbaik yang perlu Anda tempuh adalah teguh berjalan di atas rel hukum dan peraturan perundang-undangan. Urusan pemuda, ikuti saja Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan. Untuk olahraga, patuhi saja Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional berikut peraturan-peraturan pelaksanaannya serta ketentuan terkait seperti Statuta FIFA dan Piagam Olimpiade.
Dengan teguh berjalan di rel tersebut, sebagian kalangan mungkin tetap tak puas. Namun itulah jalan terbaik yang bisa menjaga Anda selamat menjalani jabatan yang mungkin tak sampai dua tahun ini.
Saya sekali lagi dibuat terkejut ketika Anda menyatakan akan membentuk kepengurusan baru PSSI yang “tidak ada lagi keterikatan dengan kepengurusan yang sekarang”. Jika direalisasikan, itu bisa menjadi sebuah bentuk intervensi Pemerintah yang berpotensi mengundang FIFA bertindak. Sebagai Menpora, jelas Anda berhak mengatasi masalah persepakbolaan nasional. Tapi membentuk kepengurusan baru PSSI itu soal lain lagi dan ada aturannya sendiri.
Pada saat ini, jauh lebih bijak jika Anda memenuhi arahan Presiden SBY untuk berkonsultasi dengan FIFA, AFC, KOI, dan KONI mencari solusi terbaik bagi sepak bola Indonesia. Apalagi proses rekonsiliasi sedang berjalan dan peta jalan (roadmap) penyelesaian juga sudah disodorkan PSSI kepada FIFA-AFC. Jadi, tetaplah berjalan di rel hukum dan aturan main yang berlaku.
Menpora Adhyaksa Dault (2004-2009) telah membuat sejarah dengan melahirkan Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional. Andi Mallarangeng (2009-2012) juga mencatat sejarah lain dengan menjadi menteri aktif pertama yang jadi tersangka.
Kini, Bung Roy pun berpeluang mencatatkan nama Anda dalam sejarah dengan menyelesaikan kemelut sepak bola nasional. Namun, jika langkah Anda keliru, tak mustahil sejarah yang dibuat justru sesuatu yang pahit untuk dikenang: Indonesia dihukum oleh FIFA. Bukan itu Bung yang kami harapkan dari Anda….
* Penulis adalah pengamat olahraga
Sumber: detik.com
Reporter: Santosa
Redaktur: Mesanint
No comments:
Post a Comment