Awal Mula Penjajahan Baru AS di Indonesia
Dengan tidak adanya Negara Khilafah, yang salah satu fungsinya adalah menjadi pemersatu seluruh kaum muslim di dunia menjadi tidak ada sekarang. Kaum muslim sekarang terpecah menjadi lebih dari lima puluh (50) negeri yang dipisahkan oleh nation state. Indonesia menjadi salah satu dari berbagai negeri kaum muslim tersebut. Oleh karena itu menjadi wajar jika Indonesia menjadi negara sekuler.
Dampak tidak adanya Khilafah ternyata sangat banyak bagi Indonesia khususnya. Dengan mudah Indonesia menjadi santapan “empuk” bagi negara-negara Kapitalisme, khususnya Amerika Serikat. Negara Amerika Serikat, yang notabene adalah pengemban Kapitalisme Global menjadi tuan bagi Indonesia dalam bidang ekonomi.
Penjajahan ekonomi yang dilakukan Amerika Serikat kepada Indonesia bisa kita lihat pada kasus PT. Freeport. PT. Freeport Indonesia (disingkat PTFI atau Freeport) adalah sebuah perusahaan pertambangan yang mayoritas sahamnya dimiliki Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc (perusahaan AS). Perusahaan ini merupakan perusahaan penghasil emas terbesar di dunia melalui tambang Grasberg (Papua). Freeport Indonesia telah melakukan eksplorasi di dua tempat di Papua, masing-masing tambang Ertsberg (dari 1967 hingga 1988) dan tambang Grasberg (sejak 1988), di kawasan Tembagapura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.[2]
Freeport-McMoRan berkembang menjadi perusahaan dengan penghasilan US$ 6,555 miliar pada tahun 2007 (Rp 65,5triliun).Mining Internasional, sebuah majalah perdagangan, menyebut tambang emas Freeport sebagai yang terbesar di dunia. Freeport beroperasi di Indonesia berdasarkan UU No 1/67 tentang Pertambangandan UU No. 11/67 tentang PMA (Penanaman Modal Asing). Kedua UU tersebut disahkan setelah Pertemuan Jenewa (1967) antara pemerintah RI dengan para pemimpin korporat asing.
Dalam operasinya hingga saat ini sudah ada dua periode. Pertama, periode Ertsberg (1967-1988), Kontrak Karya I. Potensi kandungan mineral Ertsberg mencapai 50 juta ton bijih mineral. Dinas Pertambangan Papua menyebutkan cadangan Ertsberg sebanyak 35 juta ton, dengan kadar Cu 2,5%.Jika diasumsikan harga rata-rata tembaga selama sekitar 20 tahun periode penambangan di Ertsberg adalah US$ 2000/ton, maka pendapatan yang dapat diraih dari seluruh potensi mineral tambang Ertsberg adalah (35 juta ton x 2000 US$ /ton) = US$ 70 miliar.
Kedua, periode Grasberg (1988- sekarang)/Kontrak Karya II. Berdasarkan data Laporan Keuangan Freeport Juni 2009, cadangan emas dan tembaga tambang Grasberg masing-masing sebesar 38,5 juta ons dan 35, 6 juta ton. Dengan harga rata-rata emas dan tembaga sepanjang periode tambang diasumsikan masing-masing sebesar 900US$ /ons, dan 5.000 US$ /ton, maka total potensi pendapatan emas tambang Grasberg adalah ( 38,5 juta ons X 900US$ /ons) = 34, 65 US$ miliar. Sedangkan total potensi pendapatan tembaga tambang Grasberg adalah (35, 6 juta ton X 5.000 US$/ ton) = 178 US$ miliar.[3]
Sedikit data di atas adalah bukti kecil bahwa Indonesia saat ini terjajah secara ekonomi oleh Kapitalisme Global. Sehingga sangat wajar jika Indonesia disebut-sebut sebagai negara “gagal”. Akan tetapi contoh di atas bukanlah yang menjadi pembahasan pada makalah ini. Pembahasan tentang penjajahan ekonomi yang dilakukan oleh Amerika Serikat kepada Indonesia akan dijelaskan secara sederhana dalam makalah ini.
Kapitalisme dan Penjajahan Amerika Serikat di Indonesia Dalam Bidang Ekonomi
1. Penjajahan, Metode Baku Penyebaran Ideologi Kapitalisme
Amerika adalah pengemban utama ideologi Kapitalisme, selain negara-negara Eropa. Satu-satunya metode yang digunakan untuk menyebarkan ideologi Kapitalisme adalah penjajahan (imperialisme). Pada awalnya negara-negara pengemban ideologi Kapitalis ini, melakukan penjajahan secara langsung dan terbuka, dengan cara menduduki negeri-negeri jajahan secara militer.
Dan untuk sekarang Amerika Serikat melakukan penjajahan dengan gaya baru. Penjajahan gaya baru ini didasarkan pada hegemoni tak langsung di bidang ekonomi, politik dan budaya. Secara riil, penjajahan gaya baru ini terwujud dalam bentuk berbagai macam perjanjian, pakta militer, kesepakatan hidup berdampingan secara damai, bantuan ekonomi dan keuangan, serta kesepakatan kebudayaan. Tak ayal lagi, penjajahan gaya baru ini pun akhirnya menggantiakan posisi penjajahan gaya lama, dengan memanfaatkan slogan-slogan kemerdekaan dan pembebasan sebagai kedok.[4]
2. Liberalisasi Ekonomi di Indonesia[5]
Liberalisasi ekonomi merupakan ciri khas sistem Kapitalisme. Hanya saja bentuk dan cara liberalisasi tersebut mengalami perkembangan seiring dengan perubahan realitas sistem Kapitalisme dan tarik-menarik kepentingan negara besar khususnya Amerika Serikat.
Liberalisasi dalam bidang ekonomi di Indonesia bisa terlihat ketika disahkannya Undang-Undang Nomor 1 Penanaman Modal Asing pada tahun 1967 oleh pemerintah kala itu. Perusahaan asal Amerika Serikat, Freeport merupakan korporasi asing pertama yang memanfaatkan undang-undang tersebut. Sepak terjang dari PT. Freeport ini sudah sedikit disinggung dalam pendahuluan makalah ini.
Amerika Serikat dalam melakukan meliberalisasikan perekonomian Indonesia menggunakan lembaga-lembaga berperan di dunia. Amerika Serikat memainkan peran melalui IMF, Bank Dunia, ADB dan PBB. IMF bertugas menciptakan stabilitas ekonomi, penjadwalan utang dan memobilisasikan utang. Sedangkan Bank Dunia berperan dalam memandu perencanaan pembangunan dan rekrontruksi perekonomian Indonesia. Bergesernya madzhab Ekonomi negara-negara besar, dari Keynesian menjadi Neoliberal, semakin mendorang IMF dan Bank Dunia menerapkan program penyesuaian struktural dalam pinjaman yang mereka berikan kepada Indonesia. Pada tahun 1980-an Indonesia melakukan liberalisasi sektor keuangan dan perbankan secara signifikan, khususnya setelah keluar Pakto 88 melalui tangan Trio RMS (Radius-Mooy-Sumarlin).
Indonesia juga terlibat dalam liberalisasi perdagangan dan pasar bebas khusunya setelah bergabung dengan World Trade Organization (WTO), APEC, AFTA dan CAFTA. Kebijakan neoliberal di Indonesia semakin tidak terkendali dengan masuknya IMF dalam penataan ekonomi sejak akhir 1997-an. Melalui kontrol yang sangat ketat, IMF memaksa Indonesia menjalankan kebijakan neoliberal, termasuk menalangi utang swasta melalui BLBI dan merekapitalisasi (menjual aset dan saham) pada; sistem perbankan nasional yang tengah ambruk dengan biaya RP 650 Trilyun. Momen ini juga dimanfaatkan Bank Dunia, ADB, USAID dan OECD untuk meliberalisasi ekonomi Indonesia melalui program pinjaman yang mereka berikan.
Dengan adanya liberalisasi dalam bidang ekonomi di Indonesia tentu akan berdampak pada beberapa hal. Pertama, keuntungan akan dirasakan oleh asing, yaitu Amerika Serikat dan juga para Kapitalis serakah yang lainnya. Kedua justru sebaliknya, akan semakin menambah kesengsaraan bagi rakyat Indonesia. Ketiga, ini menjadi bukti kuat bahwa Indonesia adalah negara yang tidak mandiri. Karena terdikte oleh asing, yaitu Amerika Serikat.
3. Utang Luar Negeri
Pada mulanya, semua utang baru itu bisa dikatakan sebagai pinjaman dengan syarat lunak. Ada pinjaman yang biasa disebut bantuan program, yang terdiri dari bantuan devisa kredit dan bantuan pangan.
Para kreditur yang memberi utang kepada Indonesi terdiri dari negara-negara dan lembaga-lembaga Keuangan Internasional. Para kreditur tersebut mengkoordinasikan diri ke dalam Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI). Yang menjadi salah satu anggotanya dalah Amerika Serikat. Selain itu untuk lembaga-lembaga keuangan yang menjadi anggota IGGI adalah : IMF, IBRD, ADB, UNDP denga OECD sebagai peninjau.IGGI didirikan pada tahun 1967, dan pada tanggal 25 Maret 1992 IGGI dibubarkan kaerena adanya insiden politik kala itu.[6]
Dalam rentang waktu tahun 2009 sampai 2014, nilai utang luar negeri pemerintah yang jatuh tempo diperkirakan mencapai US$ 31,545 miliar. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengeloaan Utang Departemen Keuangan, utang luar negeri pemerintah cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2006, utang luar negeri mencapai Rp 562 trilyun. Kemudian meningkat menjadi Rp 586 trilyun pada tahun 2007. Tahun 2008 menjadi Rp 717 trilyun dan tahun 2009 membengkak menjadi Rp 746 trilyun.[7]
Menurut Dani Setiawan, Ketua Koalisi Anti Utang (KAU) perkembangan utang Indonesia ini sangat memperihatinkan. Dan juga akan membabani rakyat. Selain membebani rakyat, anggaran negara juga akan membengkak karena harus membayar utang dalam jumlah lebih besar.[8]
Dengan adanya utang di Indonesia kepada pihak asing, khususnya Amerika Serikat maka akan menjadikan ekonomi Indonesia semakin terdikte. Indonesia akan mengalami ketergantungan kepada pihak asing. Pihak asing akan memanfaatkan ketergantungan tersebut untuk melakukan interfensi politik, berupa kebijakan-kebijakan yang pro barat.
Dalam salah satu media, yaitu Jawa Pos pada Selasa 3 Januari 2012 terdapat tulisan yang berjudul “Era Reformasi, Ada 20 UU Berbau Liberal”. Dalm tulisan tersebut dijelaskan bahwa Undang-Undang tersebut berpihak kepada asing, bukan rakyat. Dijelaskan sebagai contoh adalah UU No 25/2007 tentang Penanaman Modal Asing yang membuka 100 % modal asing dan seluruh sektor dimungkinkan untuk dieksploitasi.[9]
4. Uang Kertas (Fiat Money)
Menurut Dwi Condro Triyono, Ph.D (Dosen STEI Hamfara Yogyakarta) uang kertas adalah perangkat yang canggih dalam hegemoninya.[10] Beliau menambahkan, “Mengapa mata uang kertas dapat menjadi perangkat yang canggih bagi kepentingan mereka? Kita harus memahami bahwa seluruh uang kertas yang sekarang ini beredar tidak memiliki jaminan apa-apa, kecuali dengan mata uang kertas yang dianggap“kuat”, seperti Dolar AS, Euro atau-pun Yen. Padahal sesungguhnya mata uang kuat ini pun dicetak tanpa memiliki jaminan apa-apa. Nah, dapatdibayangkan, jika uang kertas dapat dicetak tanpa ada backupnya samasekali. Padahal uang kuat inilah yang merupakan mata uang yang laku bagi perdagangan dunia.”
Oleh karena itu, tidaklah sulit untuk dibayangkan, jika hanya dengan mata uang kertas ini mereka akan dapat mengeruk berbagai keuntungan dan akan senantiasa memenangkan pertandingan. Paling tidak ada 2 keuntungan besar yang dapat selalu mereka peroleh:
a. Keuntugan dari seignorage.
Sebagai contoh, biaya produksi untuk mencetak satu lembar uang 1 dolar AS hanya sekitar empat sen dolar AS. Dalam hitungan yang sederhana, seignorage yang diperoleh dari pencetakan uang 1 dolar AS tersebuta dalah 96 sendolar AS per lembarnya. Padahal dengan biaya yang sama mereka dapat mencetak uang 100 dolar AS (Hamidi, 2007). Berapa keuntungan yang bakal mereka peroleh? Sangat fantastik!
Selanjutnya silahkan dibayangkan, dimana letak keadilannya jika untuk membeli berbagai kekayaan sumber daya alam (SDA) yang sangat bernilai harganya, termasuk untuk membayar kerja keras bermilyar-milyar manusia di muka bumi ini, hanya ditukar dengan lembaran-lembaran kertas yang hampir tidak memiliki nilai sama sekali? Fenomena inilah yang kemudian dianggap sebagai sumber utama dari terjadinya pemiskinan dan terjadinya berbagai tragedi kelaparan yang ada di negara-negara yang sedang berkembang di dunia ini. Penyebabnya tidak lain adalah diakibat dari pengerukan kekayaan dunia oleh mata uang kertas dari negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Jepang, maupun negara-negara Eropa.
b. Yaitu adanya sistem kurs nilai tukar mata uang yang harus mengambang bebas. Ketentuan ini tentu saja telah sesuai dengan anjuran dan ajaran ekonomi kapitalisme. Sistem kurs yang mengambang bebas akan menyebabkan nilai mata uang di dunia ini tidak ada yang stabil. Nilai mata uang yang hanya disandarkan pada mata uang asing, khususnya Dollar AS, tentu sangat rentan terhadap goncangan, baik dalam skala nasional maupun global, baik berkaitan dengan persoalan ekonomi maupun non ekonomi.
Nilai matau ang yang mudah berubah tersebut akan sangat berpengaruh terhadap segala proses transaksi perdagangan, khususnya ekspor dan impor. Jika volume ekspor suatu negara sedang bagus dan tengah mengalami peningkatan, secara cepat akan mudah anjlok bersamaan dengan merosotnya nilai mata uang Dolar AS, demikian juga sebaliknya. Jika kebutuhan industri dalam negeri sanga tergantung pada komponen impor, maka secara mendadak industri tersebut bisa langsung gulung tikar, apabila secara tiba-tiba nilai mata uangnya mengalami kemerosotan. Demikian seterusnya.
Dengan tidak stabilnya nilai mata uang, maka dalam era kompetisi global yang sangat liberal ini, bukan tidak mungkin “permainan†nilai kurs mata uang dapat digunakan sebagai senjata yang kasad mata untuk menhancurkan industri-industri lawan yang dianggap akan menjadi pesaing yang membahayakan. Terlebih lagi bagi nilai mata uang yang sangat lemah seperti rupiah, tentu aka sangat rentan terhadap goncangan dibanding mata uang lainnya di dunia ini.[11]
Solusi
Beberapa fakta yang ada dalam makalah ini adalah sebagian kecil dari model penjajahan dalam bidang ekonomi di Indonesia oleh Amerika Serikat. Akan tetapi bisa sedikit memberikan gambaran kepada kita semua bahwa Indonesia adalah negara yang bermasalah. Sehingga adanya masalah tentu akan membutuhkan jalan keluar untuk masalah tersebut. Kemudian bagaimana solusinya?
Solusi untuk suatu permasalah akan dengan mudah didapat jika sudah menemukan akar masalahnya. Melihat fakta di atas bisa dilakukan analisis untuk menemukan akar masalah yang ada. Penjajahan tidak akan mungkin mudah masuk secara leluasa ke dalam suatu negara jika negara tersebut tidak lunak. Kelunakan yang dilakukan oleh Indonesia tentu ada subjek yang melakukannya. Tidak alin tidak bukan adalah pemerintahan yang ada di Indonesia. Dengan kata lain adalah penguasa Indonesia itu sendiri, beserta para birokrasinya. Sehingga akar masalah yang pertama adalah rezim yang ada di Indonesia.
Rezim di Indonesia ketika membuat kebijakan yang memihak kepada asing terlihat begitu mudah. Dalam menggodok suatu kebijakan yang ada seakan-akan ada kebebasan bagi penguasa. Sehingga standar untuk mengeluarkan kebijakan adalah semau dari rezim tersebut. Ini sudah menjadi suatu prosedur yang ada dalam pemerintahan Indonesia, yaitu penguasa bebas dalam menentukan suatu aturan. Oleh karena itu sebenarnnya sistem yang ada si Indonesia memberikan kemudahan bagi penguasa untuk membuat aturan yang sesuai dengan kehendaknya. Dengan kata lain akar masalah yang kedua adalah sistem itu sendiri yang ada di Indonesia.
Analisis seperti ini sudah dijelaskan oleh Al ‘Alamah Asy Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani jauh-jauh hari. Beliau megatakan sebagai berikut :
أن الأمّة الإسلامية منكوبة ببلاءين: أحدهما أن
حكامها عملاء للكفار المستعمِرين، وثانيها أنها تحكم بغير ما أنزل الله، أي
تحكم بنظام كفر
“Sesungguhnyaumat Islam telahtertimpaduamusibah.Pertama, penguasamerekamenjadiantek-antekkafirpenjajah.Kedua, di tengahmerekaditerapkanhukum yang tidakditurunkanoleh Allah, yaituditerapkansistemkufur.” (Taqiyuddin an-Nabhani, Nida` Har, hal. 112)”[12]Oleh karena itu alangkah baiknya bagi kita kita untuk merenungkan Firman Allah SWT sebagai berikut :
“Dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta".(QS. Thaahaa : 124)
No comments:
Post a Comment