REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud
MD mengatakan, Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2012 tentang
Pengalihan dan Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kegiatan Usaha Hulu Minyak
dan Gas merupakan langkah tepat. "Setelah pembubaran Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan
Gas (BP Migas), negara harus segera mengambil alih dan menjamin seluruh
kontrak yang ada agar tidak terjadi kerugian," katanya di Yogyakarta,
Sabtu (17/11).
Menurut dia usai pertemuan dengan pengurus Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sebelum membuat peraturan tersebut presiden telah berkomunikasi dengan dirinya. "Namun demikian saya belum mengetahui isi Peraturan Presiden (Perpres) yang diterbitkan menyusul dibubarkannya BP Migas tersebut," kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu.
Ia mengatakan pembubaran BP Migas karena Mahkamah Konstitusi (MK) menilai keberadaanya tidak mendukung pencapaian tujuan negara. Salah satu tujuan negara yang terpenting adalah pengelolaan sumber daya alam untuk kemakmuran rakyat. "Berdasarkan fakta persidangan, menurut dia, BP Migas itu boros dan terjadi inefisiensi yang luar biasa. Namun MK tidak bisa menyatakan BP Migas korupsi karena MK bukan peradilan pidana tetapi peradilan konstitusi," katanya.
Pemerintah menerbitkan Perpres Nomor 95 Tahun 2012 yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Selasa (13/11), untuk mencegah kevakuman aturan serta memberikan kepastian usaha hulu minyak dan gas bumi pascadibubarkannya BP Migas.
BP Migas sekarang berada di bawah komando dan kendali Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Hal itu dinilai telah sesuai dengan putusan MK.
Menurut dia usai pertemuan dengan pengurus Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sebelum membuat peraturan tersebut presiden telah berkomunikasi dengan dirinya. "Namun demikian saya belum mengetahui isi Peraturan Presiden (Perpres) yang diterbitkan menyusul dibubarkannya BP Migas tersebut," kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu.
Ia mengatakan pembubaran BP Migas karena Mahkamah Konstitusi (MK) menilai keberadaanya tidak mendukung pencapaian tujuan negara. Salah satu tujuan negara yang terpenting adalah pengelolaan sumber daya alam untuk kemakmuran rakyat. "Berdasarkan fakta persidangan, menurut dia, BP Migas itu boros dan terjadi inefisiensi yang luar biasa. Namun MK tidak bisa menyatakan BP Migas korupsi karena MK bukan peradilan pidana tetapi peradilan konstitusi," katanya.
Pemerintah menerbitkan Perpres Nomor 95 Tahun 2012 yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Selasa (13/11), untuk mencegah kevakuman aturan serta memberikan kepastian usaha hulu minyak dan gas bumi pascadibubarkannya BP Migas.
BP Migas sekarang berada di bawah komando dan kendali Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Hal itu dinilai telah sesuai dengan putusan MK.
No comments:
Post a Comment