Translate

Home » » RSBI di Indonesia Perlukah?

RSBI di Indonesia Perlukah?

RSBI di Indonesia Perlukah?

 Era globalisasi menuntut kemampuan daya saing yang kuat antar negara dalam teknologi, manajemen dan sumber daya manusia. Keunggulan teknologi akan menurunkan biaya produksi, meningkatkan kandungan nilai tambah, memperluas keragaman produk, dan meningkatkan mutu produk. Keunggulan manajemen pengembangan SDM dapat mempengaruhi dan menentukan bagus tidaknya kinerja bidang pendidikan. Dan keunggulan sumber daya manusia yang memiliki daya saing tinggi pada tingkat internasional, akan menjadi daya tawar tersendiri dalam era globalisasi ini.

     Mengingat fakta globalisasi yang menuntut persaingan ketat itu, pemerintah Indonesia telah membuat rencana-rencana strategis untuk bisa turut bersaing. Salah satunya adalah target strategis Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), bahwa pada tahun 2025 diharapkan mayoritas bangsa Indonesia merupakan insan cerdas komprehensifdankompetitif.

     Visi jangka panjang tersebut, kemudian ditempuh melalui Visi Kemdiknas periode 2010 s.d 2014, yaitu; Terselenggaranya Layanan Prima Pendidikan Nasional untuk Membentuk Insan Indonesia Cerdas Komprehensif, dan dijabarkan dengan kelima misi Kemdiknas yang biasa disebut “5 (lima) K”, yaitu: meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan; meningkatkan keterjangkauan layanan pendidikan; meningkatkan kualitas/mutu dan relevansi layanan pendidikan; meningkatkan kesetaraan memperoleh layanan pendidikan; dan meningkatkan kepastian/keterjaminan memperoleh layanan pendidikan.
     Dalam meningkatkan mutu pendidikan, sudah banyak program yang telah dibuat dan dilaksanakan oleh Kemdiknas, salah satunya adalah Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Program SBI ini berada di bawah naungan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan Nasional, dan dilaksanakan oleh keempat Direktoratnya, yaitu: Direktorat Pembinaan TK dan SD, Direktorat Pembinaan SMP, Direktorat Pembinaan SMA, dan Direktorat PembinaanSMK.

     Secara definitif, SBI adalah sekolah yang sudah memenuhi dan melaksanakan standar nasional pendidikan (SNP) yang meliputi; standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Kedelapan aspek SNP ini kemudian diperkaya, diperkuat, dikembangkan, diperdalam, dan diperluas melalui adaptasi atau adopsi standar pendidikan dari salah satu anggota organization for economic co-operation and development (OECD organisasi untuk kerjasama ekonomi dan pembangunan) dan  negara maju lainnya, yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, serta diyakini telah mempunyai reputasi mutu yang diakui secara internasional. Dengan demikian, diharapkan SBI mampu memberikan jaminan bahwa baik dalam penyelenggaraan maupun hasil-hasil pendidikannya lebih tinggi standarnya daripada SNP. Penjaminan ini dapat ditunjukkan kepada masyarakat nasional maupun internasional melalui berbagai strategi yang dapat dipertanggungjawabkan.

    Kedelapan SNP di atas disebut Indikator Kinerja Kunci Minimal (IKKM). Sementara standar pendidikan dari negara anggota OECD disebut sebagai unsur x atau Indikator Kinerja Kunci Tambahan (IKKT), yang isinya merupakan pengayaan, pendalaman, penguatan dan perluasan dari delapan unsur-pendidikan-tersebut.

     Landasan-Filosofis Penyelenggaraan SBI didasari oleh filosofi eksistensialisme dan esensialisme (fungsionalisme). Eksistensialisme berkeyakinan bahwa pendidikan harus menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik seoptimal mungkin, melalui fasilitasi yang dilaksanakan lewat proses pendidikan yang bermartabat, pro perubahan (kreatif, inovatif, dan eksperimentatif), menumbuhkan dan mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan peserta didik. Jadi, peserta didik harus diberi perlakuan secara maksimal untuk mengaktualisasikan kemampuan intelektual, emosional, dan spiritualnya. Para peserta didik itu merupakan aset bangsa yang sangat berharga, dan merupakan salah satu faktor daya saing yang kuat, yang secara potensial mampu merespon-tantangan-global.

     Sementara filosofi esensialisme menekankan pada pendidikan yang harus berfungsi dan relevan dengan kebutuhan, baik kebutuhan individu, keluarga, masyarakat, baik lokal, nasional, dan internasional. Terkait dengan tuntutan globalisasi,  pendidikan harus menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang mampu bersaingsecara-internasional.

     Ketika mengimplementasikan kedua filosofi itu, empat pilar pendidikan yaitu; learning to know, learning to do, learning to live together, and learning to be, merupakan patokan berharga bagi penyelarasan praktek-praktek penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Maksudnya, pembelajaran tidak hanya memperkenalkan pengetahuan (learning to know), tetapi juga harus bisa membangkitkan penghayatan dan mendorong penerapan nilai-nilai tersebut (learning to do) yang dilakukan secara kolaboratif (learning to live together) dan menjadi peserta didik yang percaya diri dan menghargai dirinya (learning to be). Keempat pilar ini harus ada mulai dari kurikulum, guru, proses belajar-mengajar, sarana dan prasarana, hingga sampaipadapenilaiannya.

Landasan Sosiologis
- dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma, yaitu: 1) paham individualisme, 2) paham kolektivisme, dan 3) paham integralistik. Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka dan hidup merdeka. Masing-masing bebas berbuat apa saja menurut keinginannya masing-masing, senyampang tidak mengganggu keamanan orang lain. Dampak individualisme menimbulkan cara pandang lebih mengutamakan kepentingan individu di atas kepentingan-masyarakat.

     Sedangkan paham kolektivisme berprinsip bahwa manusia adalah makhluk sosial. Ia tidak mungkin bisa bertahan hidup dan mengembangkan kehidupannya tanpa-orang-lain.

     Sementara paham integralistik merupakan paham yang menyatukan kedua paham di atas. Paham ini menyatakan bahwa masing-masing anggota masyarakat (pribadi) saling berhubungan erat satu sama lain secara organis. Masyarakat integralistik menempatkan manusia tidak hanya sebagai makhluk individual,namun-juga-sosial.

     Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia, berangkat dari paham integralistik yang bersumber dari empat norma kehidupan masyarakat, yaitu: 1) kekeluargaaan dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat; 2) kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat; 3) negara melindungi warga negaranya; dan 4) selaras, serasi, dan seimbang antara hak dan kewajiban.

     Dengan pijakan ini, SBI diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia; tidak hanya meningkatkan kualitas manusia orang-perorang, melainkan juga kualitas struktur masyarakatnya.

Landasan Yuridis
Adapun landasan yuridis kebijakan progam SBI ini, adalah sebagai berikut;

1)    Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 50 ayat (2) dan (3).
a)    Ayat (2): Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional
b)    Ayat (3): Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf
-internasional

2)    Undang-undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 s.d 2025, yang mengatur perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap untuk mewujudkan masyarakat
-adildan-makmur.

3)    Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 61 ayat (1), yaitu; Pemerintah bersama-sama Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan sekurang-kurangnya satu sekolah pada jenjang pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi sekolah bertaraf
-internasional.

4)    Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

5)    Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2008 tentang
_Pendanaan-Pendidikan.
Dalam pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 diuraikan dengan jelas bahwa pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat; sedang pada ayat (2) dijelaskan bahwa masyarakat yang dimaksud adalah meliputi (a) penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat, (b) peserta didik, orangtua atau wali peserta didik dan (c) pihak-pihak lain yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan. Pengertian pada pasal 2 ini merupakan pengaturan lebih lanjut daripada Bab XIII pasal 46 ayat (1) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang intinya adalah bahwa pendanaan pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerahdanmasyarakat.

6)    Peraturan pemerintan no 17 tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan  pendidikan.

7)    Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2005 s.d 2009 menyatakan bahwa untuk meningkatkan daya saing bangsa, perlu dikembangkan Sekolah Bertaraf Internasional pada tingkat kabupaten/kota melalui kerjasama yang konsisten antara Pemerintah dan Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

8)    Kebijakan Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2007 tentang Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Beraraf Internasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, yang antara lain pada halaman 10 disebutkan bahwa; “..... diharapkan seluruh pemangku kepentingan untuk menjabarkan secara operasional sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan sekolah/madrasah bertaraf internasional.....”

9)    Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi (SI) untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah; Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah; Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah
.

10)    Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah; Permendiknas Nomor 12 tahun 2007 Tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah; Permendiknas Nomor 16 tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru; Permendiknas Nomor 18 tahun 2007 Tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan; Permendiknas Nomor 19 tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan Pendidikan; Permendiknas Nomor 20 tahun 2007 Tentang Standar Penilaian Pendidikan; Permendiknas Nomor 24 tahun 2007 Tentang Standar Sarana Dan Prasarana; Permendiknas Nomor 41 tahun 2007
-TentangStandarProses.

11)    Permendiknas Nomor 78 tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah
.

Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)
     Hingga saat ini, mayoritas sekolah bertaraf internasional masih berstatus rintisan. Dan ketika masih rintisan, sekolah diharapkan dapat berupaya memenuhi SNP dan mulai merintis untuk mencapai IKKT sesuai dengan kemampuan dan kondisi sekolah. Pencapaian pemenuhan IKKT sangat ditentukan oleh kemampuan kepala sekolah, guru, komite sekolah, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan yang lain.

     RSBI bisa disebut SBI Mandiri ketika ia bisa memenuhi IKKM dan IKKT. Ketentuan ini sebagaimana penjelasan Laporan Kebijakan Kemdiknas tahun 2007 tentang Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

     Pada fase rintisan, ada dua tahap yang perlu dilakukan, yaitu; pertama, tahap pengembangan kemampuan sumber daya manusia, modernisasi manajemen, dan kelembagaan; dankedua-tahapkonsolidasi.

     Dalam fase rintisan ini, bentuk pembinaannya antara lain melalui; sosialisasi tentang SBI, peningkatan kemampuan sumber daya manusia sekolah, peningkatan manajemen, peningkatan sarana dan prasarana, serta pemberian bantuan dana blockgrant dalam bentuk sharing dengan pemerintah daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota dalam jangka waktu tertentu. Diharapkan pada saatnya nanti, sekolah mampu secara mandiri untuk menyelenggarakan-SBI.
     Namun sejalan dengan aplikatif dilapangan, ternyata banyak menuai kritikan tajam dari berbagai daerah yang berasal dari lapisan elemen masyarakat. Diantaranya dari; Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Ikatan Guru Indonesia (IGI), dan Forum Musyawarah Guru Jakarta (FMGJ). Ibu-ibu wali murid keberatan dengan biaya pendidikan di RSBI. Bentuk protes mereka wujudkan dengan menggantung panci dan alat dapur lainnya di bundaran HI kemarin (21/6). Dari pengakuan sejumlah wali murid, mereka telah menyetor antara Rp 7 juta hingga Rp 15 juta supaya anaknya bisa masuk RSBI.
     Menurut Retno, dalam diskusi mengenai RSBI, di kantor Indonesian Corruption Watch (ICW), Jakarta, Rabu (6/6/2012) "Siswa dari keluarga miskin ketakutan masuk RSBI, sehingga banyak sekolah RSBI yang kesulitan memenuhi kuota. Jika dipaksakan masuk tanpa seleksi, maka itu akan menjadi bumerang."
     Pemerhati pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Lody Paat mengatakan, potret semacam itu (biaya mahal) terjadi hampir di seluruh sekolah RSBI. Baginya, pemerintah tak pernah belajar dari pendidikan masa lalu (jaman kolonial). Di mana pendidikan bermutu hanya diberikan untuk kalangan mampu, kalangan borjuis.
     Koalisi Masyarakat Anti Komersialisasi Pendidikan (KMAKP) "menggeruduk" gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka menuntut MK melakukan uji petik (judicial review) pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional                   (UU Sisdiknas) yang mengatur-RSBI/SBI.
     Menurut Tim Advokasi Anti Komersialisasi Pendidikan, kebijakan RSBI melanggar hak anak mendapatkan pendidikan yang bermutu. Kastanisasi yang tercipta bukan didasarkan pada kemampuan medik, tapi uang.
     Seorang praktisi pendidikan dari Kota Malang, Ihsan Gunardi, mengkritik penggunaan label RSBI (rintisan sekolah berstandar internasional) pada sejumlah sekolah di daerah-daerah, tetapi tidak diimbangi kualitas pendidik serta mutu pengajaran yang baik. "Saya heran, yang dimaksud internasional itu yang mana. Pacitan juga masuk bagian masyarakat internasional, tapi apa perlu label itu ditonjolkan," kritiknya saat di Pacitan, Jawa Timur, Kamis (21/6).
     Pada 2011, Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdikbud sebenarnya telah mengevaluasi 1.329 sekolah berlabel RSBI. Buntutnya dipertengahan tahun yang sama, pemberian izin bagi sekolah yang ingin mengajukan menjadi RSBI dihentikan oleh pemerintah. Dimana pada tahun 2006 pemerintah mulai merintis sekolah bertaraf internasional (SBI) melalui Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Sekolah-sekolah tersebut juga dimaksudkan untuk mewadahi secara khusus siswa-siswi yang memiliki kemampuan akademik di atas rata-rata.
     Lalu bagaimana dengan nasib RSBI itu sendiri? Perlukah dan bagaimanakah seharusnya RSBI itu agar dapat berjalan dengan semestinya tanpa berbenturan dengan sila ke-5 kita “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”? Agar sejalan juga dengan UUD tahun 1945 pada pasal 31 ayat 1 yang menjamin tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan dan ayat 4 dimana Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional yang kesemuanya itu bertujuan untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa – sesuai dengan ayat 3. Tentunya kita sebagai masyarakat, harus proaktif dengan berbagai kebijakan pemerintah dan terus memantau tentang akuntabilitas anggaran sekolah yang agar pada selanjutnya proses belajar mengajar dapat berjalan sebagaimana mestinya dan pada akhirnya dapat mencetak lulusan yang kompeten, tidak saja dalam bidang akademik namun juga dalam bidang afektif tentang nilai-nilai kebersamaan.
    

Diskusi Rutinan Kelompok Studi Ilmu Kemasyarakatan (KSIK); Bersama mahasiswa Unswagati-Cirebon. Jumat 22 Juni 2012, Disusun oleh ; Santosa – dengan tema ; RSBI – Perlukah?
Share this article :

No comments:

Post a Comment

 
Supported by : Santosa Innovation | Terminal Air Budiraja Mertasinga - Cirebon
Copyright © 2013. Mesanint - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website Inspired Wordpress Hack
Proudly powered by Blogger