Ketua
Mahkamah Konstitusi, Mahfudz MD, Ahad 20 Januari 2013 menyampaikan bahwa
sistem khilafah yang digagas HTI gagal dalam penerapan. “Khalifah
Islam tidak ada dan tidak akan pernah ada. Sistem yang digagas HTI sama
gagal dan sulitnya dengan demokrasi. HTI programnya jelas menjadi
negara Islam. Silahkan perjuangkan kalau bisa”, ungkapnya dalam sebuah
acara di Medan, Sumatera Utara.
Khalifah
Islam tidak ada? Pernyataan ini bertentangan dengan nash-nash syar’iy
maupun realitas. Secara syar’iy, banyak bertebaran hadits yang
menyebutkan bahwa khilafah itu sistem dalam Islam. Sekedar contoh, di
dalam hadits riwayat Imam Ahmad disebut istilah khilâfah ‘alâ minhajin
nubuwwah, Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits yang mengandung
istilah khulafâ (bentuk jamak dari khalifah), dan Imam Muslim
meriwayatkan hadits tentang khalîfah. Sementara itu, realitas
menunjukkan bahwa khilafah wujud di dunia lebih dari 12 abad.
Tidak
heran, para ahli hukum dan konstitusi Islam mencatat sistem khilafah
ini. Misalnya, Imam Jalaluddin as-Suyuthi menulis ‘Târîkh Khulafâ’ yang
menceritakan sejarah kekhilafahan, begitu juga Imam al-Mawardi menulis
‘al-Ahkâm as-Sulthâniyyah’ yang merinci tentang sistem kekhilafahan.
Siapapun yang belajar tarikh Islam pasti belajar tentang
Khulafurrosyidin seperti Kholifah Abu Bakar ra., Umar bin Khaththab ra,
Utsman bin Affan ra. dan Ali bin Abi Thalib ra. Bukankah para Kholifah
yang merupakan sahabat Rosulullah SAW ini menjalankan sistem Khilafah
sehingga mereka disebut Kholifah? Kalau sistem khilafah tidak ada,
bagaimana dengan sejarah Khilafah Umayyah, Khilafah Abbasiyah?
Lalu,
kalau bukan khilafah, sistem apa yang dihancurkan oleh Musthafa Kamal
dengan dukungan Inggris di Turki pada tahun 1924? Padahal, Lord Curzon,
Menteri Luar Negeri Inggris pada tahun 1924 terkait keruntuhan Khilafah
dengan kata-kata berikut: The point at issue is that Turkey has
been destroyed and shall never rise again, because we have destroyed her
spiritual power: the Caliphate and Islam.” Apabila istilah sistem
khilafah tidak ditemukan dalam teori hukum dan konstitusi Barat, ini
wajar belaka. Sebab, justru sistem inilah yang mereka runtuhkan.
Khilafah
tidak akan pernah ada? Ini permasalahan masa depan. Berbicara masa
datang bergantung pada dua hal, yaitu kemampuan mengabstraksikan masa
kini dengan masa depan dan keyakinan. Berbeda dengan Mahfudz, Majalah
the Economist mampu mengabstraksikan realitas yang ada. Dalam edisinya
tahun 1996, the Economist meramalkan bahwa pada abad ke 21, akan ada dua
kekuatan ekonomi raksasa yang muncul, yang pertama adalah China dan
yang satunya lagi adalah Kekhalifahan. Lupakah kita, Gen. Richard
Myers, Kepala Staf Gabungan, ketika berpidato di Pentagon mengatakan
:”Jika kelompok Zarqawi dunia dibiarkan untuk sukses di Irak, dalam
pandangan mereka, maka itu akan merupakan awal kekhalifahan yang mereka
angankan, maka taruhannya adalah sangat besar bagi seluruh wilayah
itu.” Pada sisi lain, seruan khilafah saat ini menggema mulai dari
Maroko di ujung barat hingga Merauke di ujung timur. Siapa pun yang
dapat membaca realitas dunia akan meyakini bahwa khilafah akan dapat
tegak kembali. Apa lagi, apabila pada masa yang lalu khilafah telah
mampu eksis di dunia maka saat ini pun mestinya akan lebih bisa lagi
untuk mewujudkannya.
Belum lagi, secara imani, kembalinya kekuasaan khilafah
merupakan janji Allah. Misalnya, dalam al-Quran surat an-Nur ayat 55.
Ayat ini turun di Madinah, setelah berhasilnya Rasulullah menegakkan
pemerintahan Islam. Jadi, janji ini untuk kaum Muslimin pasca
kesuksesan beliau. Apalagi dalam berbagai hadits shahih Imam Bukhari,
Imam Muslim, Imam Ahmad dan lainnya meriwayatkan kabar gembira akan
munculnya kembali khilafah.
Khilafah
sama gagalnya dengan demokrasi? Kalau bicara penyimpangan, tentu saja
kekhilafahan memiliki beberapa penyimpangan seperti penunjukkan Yazid
pada masa khalifah Muawiyah masih hidup, ada khalifah yang hidup mewah,
dsb. Ini justru menunjukkan bahwa sistem khilafah bukanlah sistem
malaikat melainkan sistem manusiawi (basyariah) yang dapat saja
pelakukanya melanggar syariat. Namun, menyatakan khilafah gagal seperti
gagalnya demokrasi merupakan pernyataan yang tidak bijak. Lihatlah,
khilafah berjaya 12 abad sementara sistem demokrasi yang diterapkan
Negara besar belum genap 3 abad sudah sekarat. Dalam demokrasi, krisis
ekonomi berulang terjadi sementara dalam khilafah ekonomi stabil karena
berbasis dinar dan dirham. Bahkan secara imani, khilafah merupakan
peninggalan Rasulullah, sementara demokrasi bertentangan dengan
ajarannya.
Via : hizbut-tahrir.or.id
No comments:
Post a Comment